Riska, Atha, dan Dhita
sedang membaca majalah di kamar Echa. Tiba-tiba, Echa datang dengan membawa
sebuah buku dan spidol berwarna pink.
Echa : (Bersemangat) Serius banget sih
baca majalahnya. Aku punya
ide nih. Gimana kalau kita buat perjanjian? (Echa
menyodor-kan buku dan spidol pink tersebut)
Ditha : (mengernyitkan dahi) Perjanjian
apaan?
Echa : Kita janji untuk nggak punya pacar
sampai lulus SMA.
Atha : (Kaget) Parah banget sih! Itu sih
namanya penyiksaan!
Ditha : (Pasrah) Terserah kamu aja deh, Cha.
Echa : Ya udah. Di buku ini aku tulis
“Kami para true loversberjanji,
tidak akan memiliki pacar sampai kami lulus
SMA.” Kalian
tinggal tanda tangan.
Riska : (Sambil membaca majalah) Kalau aku
sih santai aja. Dari
dulu, aku memang punya prinsip kalau cinta itu
nggak harus
memiliki. Jadi nggak berat buatku untuk pegang
janji
semacam ini.
Atha : (Heran) Mau sampai kapan kamu mau
pegang janji kayak
gitu.
Ditha : Udahlah. Masalah kayak gitu nggak
usah dipikir panjang. Aku
udah tanda tangan nih. Kalian mau tanda tangan
nggak?
(Menyodorkan buku dan spidol kepada Atha)
Hari ini Mereka berempat harus latihan
memainkan peran karena sekolah merka akan mengadakan pentas seni yang akan
dilaksanakan akhir minggu ini.
Atha : (Melemparkan Pakaian kotor kearah
Echa) Upik Abu!
Bersihkan
gaunku yang terkena noda ini! Lalu, buatkan
minuman
untukku! Cepat!
Echa : Iya. Tapi…
Ditha : (Marah) Upik abu! Dimana minuman
pesananku?! Aku sudah
menunggu lima menit. Tadi sudah aku katakan
cepat!
Echa : Maaf. Aku sedang mencuci pakaian
tadi.
Riska : (Tiba-tiba masuk) Udah selesai kan?
Tadi Pak Hartono bilang
kalau hari Sabtu harus udah siap buat main
drama ini. Jangan
sampai ada properti yang ketinggalan
Echa : Eh, tau nggak sih? Yang jadi
pangerannya kan Erick.
Riska : (Kaget) Bukannya yang jadi
pangerannya itu Rio?
Atha : Emangnya kamu ngak tau? Rio kan
kecelakaan motor kemarin
terus masuk rumah sakit.
Kebetulan cowok teater yang tersisa cuma Erick.
Riska : (Khawatir) Tapi Erick itu kan sok
sibuk banget sama
pekerjaannya yang nggak
benar. Udah gitu, Erick itu kan sok
dekat banget sama cewek-cewek.
Tiba-tiba handphone Echa berdering.
Ternyata, Erick yang menelpon.
Echa : (Wajahnya berseri-seri) Halo, Rick.
Tumben banget kamu
telpon ke hp-ku. Ada apa nih? Kamu nggak bisa
latihan?
Latihannya udah selesai kok. Ya udah, daaa.
Ditha : Siapa, Cha?
Echa : Erick. Katanya, dia nggak bisa
latihan. Karena di tempat
ujiannya ada test.
Riska : Lagaknya doang sibuk. Padahal jalan
sama cewek.
Echa : Kalau dia jalan sama cewek, kenapa
dia sempat nelpon?
Riska : Mana aku tau!
Atha : Udahlah. Hal nggak penting kayak
gini nggak usah dibahas.
Nggak makna banget tau!
Mendingan sekarang kita pulang aja.
Seperti biasa, kalau pulang, biasanya
nggak langsung pulang. Biasanya mereka main dulu di rumah Ditha.
Atha : Dit, rumah kamu selalu sepi ya.
Enak banget nih punya
basecamp
yang sepi kayak rumah kamu.
Echa : Bodoh banget sih, Tha. Dimana-mana
kalau nyari Basecamp
itu yang ramai. Kalau sepi, nggak seru dong.
Handphone Echa tiba-tiba berdering di
atas meja belajar Ditha. Echa meraihnya lalu menjawabnya.
Echa : Hai, apa kabar Rick? Aku lagi
ngerjain PR nih di rumah
Ditha. Kamu lagi ngapain?
Oh, ya udah. Hari Sabtu jangan lupa ya. Daa.
Riska : (Membentak) Ngapain lagi sih dia
telpon-telpon kamu.
Kurang kerjaan banget sih! Buang-buang pulsa
aja.
Echa : (Marah) Kenapa sih kamu?! Setiap
Erick telpon, kamu kok
jadi judes gitu sih? Dia kan
Cuma ngasih tau kegiatannya hari ini. Apa salah?
Riska : Nggak makna banget. Apa kita perlu tau
kehidupan
pribadinya? Kamu suka sama Erick kan?
Echa : Aku nggak suka sama Erick! Apa aku
salah kalau temanan
sama Erick?
Riska : Aku nggak suka sama orang yang
ingkar janjinya sendiri
kayak kamu!
Echa : Aku masih bisa untuk pegang janji
aku sendiri!
Riska : Bohong! Itu cuma sekedar
kata-kata doang. Kamu bohong
atau nggak, emangnya aku tau?!
Echa : Terserah! Capek ngomong sama orang
yang sok tau tentang
perasaan orang!
Mata Echa mulai berkaca-kaca. Echa
lari keluar kamar. Lalu Ditha menyusul Echa keluar kamar.
Ditha : Udahlah, Cha! Riska itu kan memang
nak yang keras kepala.
Susah dikasih tau.
Echa : Tapi ngomongnya itu kasar banget.
Aku nggak tahan sama
kelakuannya dia yang tiap hari ngomel-ngomel
nggak jelas
setiap aku ngomongin Erick.
Ditha : Aku ngerti. Tapi dia kayak gitu
juga karena kesalahan kita.
Kamu inget kan waktu dia kita jodohin sama
cowok. Cowok
itu ternyata kurang ajar. Cowok aja bisa dia
kasih pelajaran.
Apalagi kita. Dia nggak mau kamu dekat-dekat
sama Erick.
Echa : Tapi, Erick kan bukan cowok yang
kurang ajar.
Disaat yang bersamaan Atha memarahi
Riska karena perkataan Riska tadi menyakiti hati Echa.
Atha : Aku tau maksud kamu baik. Tapi
kamu kan bisa ngomong
baik-baik. Nggak sekasar itu.
Riska : Dia nangis bukan karena kesalahan
aku. Kamu tau sendiri
kan? Erick itu cowok nggak benar! Aku nggak
mau kalau
Echa jadi dekat sama Erick!
Atha : Tapi, apa salahnya kalau Echa
punya teman kayak Erick?
Riska : Kita kan udah janji.
Artha : Kalau cuma temanan sama Erick kan
nggak apa-apa. Kita
nggak tau apa nantinya Echa sama Erick bisa
lebih dari
sekedar teman.
Akhirnya mereka melupakan
perjanjian tersebut. Mereka anggap, janji itu tidak ada gunanya. Hanya akan
mengganggu kebebasan.
Dalam waktu tiga minggu, Echa sudah
benar-benar suka kepada Erick. Hari ini Echa terlihat sangat lemas. Seperti
orang yang belum makan selama 3 hari.
Atha : (Cemas) Tampang kamu kok pucat
banget, Cha? Bibir kamu
putih banget, kayak mayat hidup.
Echa : (Lesu) Aku lagi patah hati nih.
Atha : (Bingung) Patah hati kenapa?
Echa : Aku pikir selama ini Erick suka sama aku.
Ternyata aku cuma
sebagai batu loncatan untuk
mendapatkan orang yang dia suka.
Ditha : (menyunggingkan bibir) Erick jahat
banget sih.
Riska : Aku bilang juga apa! Erick itu
nggak benar-benar suka sama
kamu. Lebih tepatnya, benar-benar nggak suka
sama kamu!
Kamu ngak dianngap apa-apa!
Ditha : Lupain dia, Cha. Cowok nggak
berguna dan cuma bisa
nyusahin kita kayak gini buang aja ke laut.
Biar kelelep air,
terus dimakan ikan-ikan.